Selasa, 24 Januari 2017

ASKEP AKUT MIOKARD INFARK (AMI)



LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN INFARK MIOKARD AKUT




I.             KONSEP MEDIS


A.       Pengertian

Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.

 

B.        Fisiologi Sirkulasi Koroner

Arteri koroner kiri memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri, septum dan atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri. (cabang sirkumfleks). Nodus AV  90% diperdarahi oleh arteri koroner kanan dan 10% diperdarahi oleh arteri koroner kiri (cabang sirkumfleks). Dengan demikian, obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark inferior disebabkan oleh obstruksi arteri koroner kanan.

 

C.       Patogenesis

Umumnya IMA didasari oleh adanya ateroskeloris pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil, juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan (50-60%).
Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Secara morfologis, IMA dapat terjadi transmural atau sub-endokardial. IMA transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada IMA sub-endokardial, nekrosis terjadi hanya pada bagian dalam dinding ventrikel.

D.       Patofisiologi

Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas  tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.

E.        Gejala Klinis

Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior.

F.        Diagnosis Banding

1.      Angina Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.
2.      Diseksi aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke perut dan punggung).
3.      Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis refluks)
4.      Kelainan lokal dinding dada (nyeri bersifat lokal, bertambah dengan tekanan atau perubahan posisi tubuh)
5.      Kompresi saraf (terutama C8, nyeri pada distribusi saraf tersebut)
6.      Kelainan intra-abdominal (kelainan akut, pankreatitis dapat menyerupai IMA)

G.       Komplikasi

1.      Aritmia
2.      Bradikardia sinus
3.      Irama nodal
4.      Gangguan hantaran atrioventrikular
5.      Gangguan hantaran intraventrikel
6.      Asistolik
7.      Takikardia sinus
8.      Kontraksi atrium prematur
9.      Takikardia supraventrikel
10.  Flutter atrium
11.  Fibrilasi atrium
12.  Takikardia atrium multifokal
13.  Kontraksi prematur ventrikel
14.  Takikardia ventrikel
15.  Takikardia idioventrikel
16.  Flutter dan Fibrilasi ventrikel
17.  Renjatan kardiogenik
18.  Tromboembolisme
19.  Perikarditis
20.  Aneurisme ventrikel
21.  Regurgitasi mitral akut
22.  Ruptur jantung dan septum

H.       Prognosis

Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil pegangan 3 faktor penting yaitu:
1.         Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll)
2.         Potensial serangan iskemia lebih lanjut.
3.         Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama pada luas daerah infark).
           

II.          FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A.       Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1.         Aktivitas/istirahat:
Gejala:
-      Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
-             Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda:
-             Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
2.         Sirkulasi:
Gejala:
-      Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
-             TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.
-             Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
-             BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel
-             Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
-             Friksi; dicurigai perikarditis
-             Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
-             Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
-             Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3.         Integritas ego:
Gejala:
-             Menyangkal gejala penting.
-             Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
-             Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
-             Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.


Tanda:
-             Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
-             Gelisah, marah, perilaku menyerang
-             Fokus pada diri sendiri/nyeri.
4.         Eliminasi:
Tanda:
-             Bunyi usus normal atau menurun
5.         Makanan/cairan:
Gejala:
-             Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
-             Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
-             Muntah,
-             Perubahan berat badan
6.         Hygiene:
Gejala/tanda:
-             Kesulitan melakukan perawatan diri.
7.         Neurosensori:
        Gejala:
-             Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
-             Perubahan mental
-             Kelemahan
8.         Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
-             Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
-             Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
-             Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
-             Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
-             Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
-             Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
-             Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
-             Menarik diri, kehilangan kontak mata
-             Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
9.         Pernapasan:
Gejala:
-             Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
-             Batuk produktif/tidak produktif
-             Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
-             Peningkatan frekuensi pernapasan
-             Pucat/sianosis
-             Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
-             Sputum bersih, merah muda kental
10.     Interaksi sosial:
Gejala:
-             Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
-             Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
-             Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
-             Menarik diri dari keluarga

11.     Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
-             Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
-             Riwayat penggunaan tembakau
 

B.        Tes Diagnostik

Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan
Interpretasi Hasil

EKG










Laboratorium:
Enzim/Isoenzim Jantung





Radiologi




Ekokardiografi








Radioisotop



Masa setelah serangan:
Beberapa jam: variasi normal, perubahan tidak khas sampai adanya Q patologis dan elevasi segmen ST
Sehari/kurang seminggu: inversi gelombang T dan elvasi ST berkurang
Seminggu/beberapa bulan: gelombang Q menetap
Setahun: pada 10% kasus dapat kembali normal.

Peningkatan kadar enzim (kreatin-fosfokinase atau aspartat amino transferase/SGOT, laktat dehidrogenase/a-HBDH) atau isoenzim (CPK-MB)merupakan indikator spesifik IMA.

Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk mendeteksi adanya bendungan paru (gagal jantung), kadang dapat ditemukan kardiomegali.

Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan sistolik dinding jantung yang menurun. Dapat mendeteksi daerah dan luasnya kerusakan miokard, adanya penyulit seperti anerisma ventrikel, trombus, ruptur muskulus papilaris atau korda tendinea, ruptur septum, tamponade akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma jantung.

Berguna bila hasil pemeriksaan lain masih meragukan adanya IMA.


III.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.         Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2.         Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3.         Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4.         (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5.         (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6.         (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
7.         Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.

IV.    INTERVENSI KEPERAWATAN


1.         Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.   Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik



2.   Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.

3.   Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)


4.   Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
-    Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)

-    Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)


-    Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)



-    Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).

Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.

Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.

Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.

Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.

Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)

Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.

Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.


2.         Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.

2.   Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas


3.   Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.






4.   Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.



5.   Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.

6.   Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.


Menentukan respon klien terhadap aktivitas.


Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.

Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.

Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.

Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.


Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.


3.         Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.




2.   Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.



3.   Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.



4.   Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).

Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.

Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.

Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.



 
4.         (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)







 
2.   Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.






 
3.   Auskultasi bunyi napas.



4.   Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.



5.   Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien


6.   Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.


7.   Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.


Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.

S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.

Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.

Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.

Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.

Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.

Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.


5.         (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.

2.   Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
 
3.   Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
 

4.   Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)

5.   Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.


 

6.   Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)

7.   Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
-       Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)




 -       Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.



-       Trombolitik (t-PA, Streptokinase)


Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.

Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli paru.

Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal


Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.

Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.


Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.

Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.

Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.


6.      (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.

 2.   Pantau adanya DVJ dan edema anasarka


3.   Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi.


 

4.   Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.



5.   Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.


6.   Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7.   Pantau kadar kalium sesuai indikasi.


Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.

Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)

Penurunan  curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal jantung.

Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung.


Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.

Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.


Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.


7.         Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan  belajar klien.

2.   Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)

3.   Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.

4.   Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.

5.   Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)


Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.


Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.



Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan klien.

Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu serangan ulang.

Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.

 


 DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar