BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses involusi
uterus adalah kembalinya uterus kedalam keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan. Proses ini di mulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi
otot-otot polos uterus. Pada tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis
tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis (Vivian, 2011). Kematian ibu dan anak baru lahir
mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan di bidang obstetri yang belum baik.
Angka Kematian Ibu (AKI) atau Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan tolak ukur
yang sensitif untuk melihat keberhasilan pelayanan kesehatan, khususnya Ibu dan
Anak (Firman, 2010).
Salah satu
komponen involusi adalah penurunan fundus uteri. Proses involusi uteri sangat
di pengaruhi oleh usia ibu saat melahirkan. Usia 20-30 tahun merupakan usia
yang sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik. Hal ini dapat
disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus mengingat ibu yang telah
berusia 35 tahun lebih elastistisitas ototnya berkurang. Usia yang kurang dari
20 tahun elastisitasnya belum maksimal dikarenakan organ reproduksi yang belum
matang, sedangkan usia di atas 35 tahun sering terjadi komplikasi saat sebelum
dan setelah kelahiran di karenakan elastisitas otot rahimnya sudah menurun,
menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal (hubungan IMD dengan tinggi fundus
uteri ibu postpartum hari ke tujuh, 2012). Apabila proses involusi uterus tidak
berjalan dengan baik maka akan timbul suatu keadaan yang disebut subinvolusi
uteri yang akan menyebabkan terjadinya perdarahan yang mungkin terjadi dalam
masa 40 hari (Hanifa, 2005).
Masa nifas hari
pertama adalah masa kritis yang rentan sekali terjadi perdarahan, karena
kontraksi uterus yang lemah akibat berkurangnya kadar oksitosin yang di sekresi
oleh kelenjar hipofise posterior, maka asuhan masa nifas pada masa ini sangat
diperlukan. Salah satu merangsang oksitosin adalah dengan cara rangsangan pada
puting atau menyusui. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan
terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama yang sebagian besar disebabkan karena perdarahan postpartum (Vivian,
2011).
Salah satu dari
tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah tercapainya Millenium Development Goals (MDG’s) pada
tahun 2015, tujuan tertuang dalam tujuan ke-4 dan ke-5, yaitu terjadinya
penurunan AKB menjadi 23/1.000 KH, meningkatkan kesehatan ibu dan mengurangi
sampai tiga perempat jumlah AKI saat hamil dan melahirkan menjadi 102/100.000
KH (Kemenkes, 2010).
AKI di kabupaten Tegal pada tahun 2014 sebesar 190,97 per 100.000 kelahiran
hidup (51 kematian ibu maternal dari 26.705 kelahiran hidup) cenderung
meningkat jka dibandingkan dengan AKI tahun 2013 yaitu sebesar 57,66 per 100
hidup kelahiran hidup (27 kematian ibu maternal dari 27.645 keahiran hidup)
sedangkan AKI pada tahun 2012 sebesar 51,56 per 100.000 kelahiran hidup (14 kematian
ibu maternal dari 27.154 kelahiran hidup). Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa dalam 3 tahun terahir AKI dan di kabupaten Tegal mengalami peningkatan
(Dinkes kab. Tegal, 2014).
Dari data kematian ibu di Kabupaten
Tegal tersebut pada waktu bersalin sebesar 26 dari 51 kematian ibu maternal
atau 50,98%, disusul kemudian pada waktu hamil sebesar 13 dari 51 kematian ibu
maternal atau 25,49% dan pada waktu nifas sebesar 12 dari 51 kematian ibu
maternal atau 23,52%( Dinkes kab. Tegal, 2014).
Patofisiologi
atau perjalanan dari subinvolusi adalah kekurangan darah pada uterus. Uterus
mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami atrofi
kembali ke ukuran semula. Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus
menurun sehingga pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga
perdarahan terjaditerus menerus, menyebabkan permasalahan lainya baik itu
infeksi maupun inflamasi pada baian rahim terkhususnya endometrium. Sehingga
proses involusi yang mestinya terjadi setelah nifas terganggu karena akibat
dari permasalahan-permasalahan tersebut (Varney’s Midwivery).
Penanganan
atau cara mengatasi subinvolusi antara lain dengan cara mengosongkan kandung
kemih, sehingga memudahkan uterus untuk berinvolusi. Melakukan pemijatan yang berguna
untuk mengeluarkan bekuan darah yang menghalangi involusi uterus sehingga
uterus dapat berkontraksi dengan baik. Melakukan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui kadar Hb, leukosit, trombosit, dan hematokrit. Menganjurkan ibu
untuk melakukan mobilisasi, agar aliran darah yang keluar dari uterus bisa
lancar dan proses involusi uterus tidak terganggu. Menganjurkan ibu untuk
menyusui bayinya secara ondemand. Karena dengan sering menyusui bayi juga dapat
membantu mempercepat proses involusi uterus (Barbara, 2004).
Perubahan fisik
meliputi ligament-ligament bersifat lembut dan kendor, otot-otot teregang,
uterus membesar, postur tubuh berubah sebagai kompensasi terhadap perubahan
berat badan pada masa hamil, serta terjadi bendungan pada tungkai bawah. Pada
saat persalinan dinding panggul selalu teregang dan mungkin terjadi kerusakan
pada jalan lahir, serta setelah persalinan otot-otot dasar panggul menjadi
longgar karena diregang begitu lama pada saat hamil maupun bersalin (Sarwono,
2009). Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur
kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan keseluruhan alat genetalia ini disebut Involusi. Pada masa ini
terjadi juga perubahan penting pada uterus (Saleha, 2009). Dan usia ibu
postpartum sangat mempengaruhi penurunan fundus uteri terganggu.
Wanita
Usia Subur ( WUS ) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi
dengan baik antara umur 20-45 tahun. Usia ibu yang relatif muda dimana individu
mencapai kondisi vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya
alat-alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari sel-sel
alat kandungan yang sangat bagus pada usia-usia tersebut. Tinggi fundus uteri
dengan usia pada postpartum suatu pengaruh yang baik pada proses penyembuhan
dan proses pemulihan sebelum hamil.
Berdasarkan
data yang diperoleh dari Puskesmas Slawi pada bulan Oktober sampai dengan bulan
November 2014 diketahui jumlah ibu nifas sebanyak 1,302 ibu nifas. Dari hasil
studi pendahuluan dengan melakukan wawancara kepada 10 responden menunjukan
bahwa dari 3 diantaranya usia ibu postpartum bukan usia subur yaitu usia ibu
tersebut sudah melebihi usia 35 tahun dan proses involusi uterusnya sedikit
lebih lambat dibandingkan ibu-ibu postpartum yang usianya masih usia subur.
Dari
latar belakang tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Hubungan antara Usia dengan Involusi Uteri pada Ibu Postpartum di
Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal tahun 2014”.
B. Rumusan
Masalah
Proses involusi uteri di pengaruhi oleh beberapa
faktor, dimana salah satunya adalah usia ibu saat melahirkan. Usia 20-30 tahun
merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik.
Hal ini dapat disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus mengingat ibu
yang telah berusia 35 tahun lebih elastistisitas ototnya berkurang. Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka rumusan masalah adalah “Apakah ada hubungan
antara usia dengan involusi uteri pada ibu postpartum di Puskesmas Slawi
Kabupaten Tegal tahun 2014?
C. Tujuan
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan dengan tujuan:
1.
Tujuan Umum
Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Antara Usia Dengan
Kecepatan Involusi Uteri Pada Ibu Postpartum di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal.
2.
Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui gambaran Usia Ibu Postpartum di Puskesmas Slawi Kabupaten
Tegal.
b. Untuk
mengetahui gambaran proses involusi ibu postpartum
c. Untuk
mengetahui Pengaruh antara Usia
dengan Involusi Uteri Ibu Postpartum di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal.
d. Untuk
mengetahui seberapa besar Pengaruh antara Usia dengan Involusi Uteri Ibu
Postpartum di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan supaya bermanfaat bagi:
1. Bagi
Peneliti
Dapat
menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang Hubungan Usia dengan Involusi Uteri Pada Ibu
postpartum serta menambah pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian
tentang usia pada ibu postpartum.
2. Bagi
Institusi Pendidikan
Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan khasanah wacana kepustakaan,
juga dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Profesi
Kebidanan
Diharapkan penelitian ini akan menambah informasi
baru bagi ilmu kebidanan dan sebagai bahan bacaan bagi
para pengajar profesi kebidanan sehingga dapat meningkatkan ilmu pengetahuan
bagi para pelajar dan para pengajar itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar