Sabtu, 04 Februari 2017

BAB I INVOLUSI UTERI



BAB 1
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Proses involusi uterus adalah kembalinya uterus kedalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini di mulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis (Vivian, 2011). Kematian ibu dan anak baru lahir mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan di bidang obstetri yang belum baik. Angka Kematian Ibu (AKI) atau Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan tolak ukur yang sensitif untuk melihat keberhasilan pelayanan kesehatan, khususnya Ibu dan Anak (Firman, 2010).
Salah satu komponen involusi adalah penurunan fundus uteri. Proses involusi uteri sangat di pengaruhi oleh usia ibu saat melahirkan. Usia 20-30 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik. Hal ini dapat disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun lebih elastistisitas ototnya berkurang. Usia yang kurang dari 20 tahun elastisitasnya belum maksimal dikarenakan organ reproduksi yang belum matang, sedangkan usia di atas 35 tahun sering terjadi komplikasi saat sebelum dan setelah kelahiran di karenakan elastisitas otot rahimnya sudah menurun, menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal (hubungan IMD dengan tinggi fundus uteri ibu postpartum hari ke tujuh, 2012). Apabila proses involusi uterus tidak berjalan dengan baik maka akan timbul suatu keadaan yang disebut subinvolusi uteri yang akan menyebabkan terjadinya perdarahan yang mungkin terjadi dalam masa 40 hari (Hanifa, 2005).
Masa nifas hari pertama adalah masa kritis yang rentan sekali terjadi perdarahan, karena kontraksi uterus yang lemah akibat berkurangnya kadar oksitosin yang di sekresi oleh kelenjar hipofise posterior, maka asuhan masa nifas pada masa ini sangat diperlukan. Salah satu merangsang oksitosin adalah dengan cara rangsangan pada puting atau menyusui. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama yang sebagian besar disebabkan karena perdarahan postpartum (Vivian, 2011).
Salah satu dari tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah tercapainya Millenium Development Goals (MDG’s) pada tahun 2015, tujuan tertuang dalam tujuan ke-4 dan ke-5, yaitu terjadinya penurunan AKB menjadi 23/1.000 KH, meningkatkan kesehatan ibu dan mengurangi sampai tiga perempat jumlah AKI saat hamil dan melahirkan menjadi 102/100.000 KH (Kemenkes, 2010).
AKI di kabupaten Tegal pada tahun 2014 sebesar 190,97 per 100.000 kelahiran hidup (51 kematian ibu maternal dari 26.705 kelahiran hidup) cenderung meningkat jka dibandingkan dengan AKI tahun 2013 yaitu sebesar 57,66 per 100 hidup kelahiran hidup (27 kematian ibu maternal dari 27.645 keahiran hidup) sedangkan AKI pada tahun 2012 sebesar 51,56 per 100.000 kelahiran hidup (14 kematian ibu maternal dari 27.154 kelahiran hidup). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam 3 tahun terahir AKI dan di kabupaten Tegal mengalami peningkatan (Dinkes kab. Tegal, 2014).
Dari data kematian ibu di Kabupaten Tegal tersebut pada waktu bersalin sebesar 26 dari 51 kematian ibu maternal atau 50,98%, disusul kemudian pada waktu hamil sebesar 13 dari 51 kematian ibu maternal atau 25,49% dan pada waktu nifas sebesar 12 dari 51 kematian ibu maternal atau 23,52%( Dinkes kab. Tegal, 2014).
Patofisiologi atau perjalanan dari subinvolusi adalah kekurangan darah pada uterus. Uterus mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami atrofi kembali ke ukuran semula. Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjaditerus menerus, menyebabkan permasalahan lainya baik itu infeksi maupun inflamasi pada baian rahim terkhususnya endometrium. Sehingga proses involusi yang mestinya terjadi setelah nifas terganggu karena akibat dari permasalahan-permasalahan tersebut (Varney’s Midwivery).
Penanganan atau cara mengatasi subinvolusi antara lain dengan cara mengosongkan kandung kemih, sehingga memudahkan uterus untuk berinvolusi. Melakukan pemijatan yang berguna untuk mengeluarkan bekuan darah yang menghalangi involusi uterus sehingga uterus dapat berkontraksi dengan baik. Melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar Hb, leukosit, trombosit, dan hematokrit. Menganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi, agar aliran darah yang keluar dari uterus bisa lancar dan proses involusi uterus tidak terganggu. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara ondemand. Karena dengan sering menyusui bayi juga dapat membantu mempercepat proses involusi uterus (Barbara, 2004).
Perubahan fisik meliputi ligament-ligament bersifat lembut dan kendor, otot-otot teregang, uterus membesar, postur tubuh berubah sebagai kompensasi terhadap perubahan berat badan pada masa hamil, serta terjadi bendungan pada tungkai bawah. Pada saat persalinan dinding panggul selalu teregang dan mungkin terjadi kerusakan pada jalan lahir, serta setelah persalinan otot-otot dasar panggul menjadi longgar karena diregang begitu lama pada saat hamil maupun bersalin (Sarwono, 2009). Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali  seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genetalia ini disebut Involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting pada uterus (Saleha, 2009). Dan usia ibu postpartum sangat mempengaruhi penurunan fundus uteri terganggu.
Wanita Usia Subur ( WUS ) adalah wanita yang keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun. Usia ibu yang relatif muda dimana individu mencapai kondisi vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-alat kandungan juga semakin cepat karena proses regenerasi dari sel-sel alat kandungan yang sangat bagus pada usia-usia tersebut. Tinggi fundus uteri dengan usia pada postpartum suatu pengaruh yang baik pada proses penyembuhan dan proses pemulihan sebelum hamil.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Slawi pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2014 diketahui jumlah ibu nifas sebanyak 1,302 ibu nifas. Dari hasil studi pendahuluan dengan melakukan wawancara kepada 10 responden menunjukan bahwa dari 3 diantaranya usia ibu postpartum bukan usia subur yaitu usia ibu tersebut sudah melebihi usia 35 tahun dan proses involusi uterusnya sedikit lebih lambat dibandingkan ibu-ibu postpartum yang usianya masih usia subur.
Dari latar belakang tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan antara Usia dengan Involusi Uteri pada Ibu Postpartum di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal tahun 2014”.

B.  Rumusan Masalah
Proses involusi uteri di pengaruhi oleh beberapa faktor, dimana salah satunya adalah usia ibu saat melahirkan. Usia 20-30 tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik. Hal ini dapat disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus mengingat ibu yang telah berusia 35 tahun lebih elastistisitas ototnya berkurang. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah adalah “Apakah ada hubungan antara usia dengan involusi uteri pada ibu postpartum di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal tahun 2014?

C.  Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:
1.      Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Antara Usia Dengan Kecepatan Involusi Uteri Pada Ibu Postpartum di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal.


2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui gambaran Usia Ibu Postpartum di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal.
b.      Untuk mengetahui gambaran proses involusi ibu postpartum
c.       Untuk mengetahui  Pengaruh antara Usia dengan Involusi Uteri Ibu Postpartum di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal.
d.      Untuk mengetahui seberapa besar Pengaruh antara Usia dengan Involusi Uteri Ibu Postpartum di Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal.

D.  Manfaat  Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan supaya bermanfaat bagi:
1.    Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang  Hubungan Usia dengan Involusi Uteri Pada Ibu postpartum serta menambah pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian tentang usia pada ibu postpartum.
2.    Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan khasanah wacana kepustakaan, juga dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
3.    Bagi Profesi Kebidanan
Diharapkan penelitian ini akan menambah informasi baru bagi ilmu kebidanan dan sebagai bahan bacaan bagi para pengajar profesi kebidanan sehingga dapat meningkatkan ilmu pengetahuan bagi para pelajar dan para pengajar itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar