BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini penduduk yang berusia lanjut (diatas 60 tahun) di Indonesia
terus meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 nanti diperkirakan
menyamai jumlah Balita (usia bawah lima tahun) yaitu sekitar 8,5% dari jumlah
seluruh penduduk atau sekitar 19 juta jiwa. Peningkatan itu seiring
meningkatnya umur harapan hidup (UHH) yaitu 67 tahun untuk perempuan dan 63
tahun untuk laki-laki. Hal ini mencerminkan salah satu hasil dalam upaya
pembangunan kesehatan di Indonesia. Tetapi di sisi lain merupakan tantangan
bagi kita semua untuk dapat mempertahankan kesehatan dan kemandirian para
lanjut usia agar tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat
(Depkes, 2004).
Dari jumlah itu sekitar 15% diantaranya mengalami dementia atau pikun,
disamping penyakit degeneratif lainnya seperti penyakit kanker, jantung,
reumatik, osteoporosis, katarak dan lain-lain. Dementia atau pikun adalah salah
satu penyakit yang ditandai gangguan daya pikir dan daya ingat yang bersifat progresif
disertai gangguan bahasa, perubahan kepribadian dan perilaku.
Ironisnya, sebagian besar masyarakat masih minim pengetahuannya tentang
penyakit ini. Mereka masih menganggap penyakit ini adalah penyakit yang pasti
diderita oleh sebagian besar manusia ketika mereka menginjak usia senja.
Sebenarnya, yang perlu mereka ketahui, penyakit ini bisa dicegah sejak dini dan
tidak datang pada masa muda dan pada usia produktif.
Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk membuat karya tulis
dengan tema ‘dementia’ ini, semoga para pembaca dapat mengetahui seluk beluk
tentang penyakit ini.
B. Tujuan
Tujuan
dibuatnya karya tulis ini adalah :
- Mengetahui dan menjelaskan definisi dari dementia
- Mengetahui dan menjelaskan etiologi dari dementia
- Mengetahui dan menjelaskan klasifikasi dan jenis dari dementia
- Mengetahui dan menjelaskan patologi dari dementia
- Mengetahui dan menjelaskan gambaran klinis dari dementia
- Mengetahui dan menjelaskan diagnosis dari dementia
- Mengetahui dan menjelaskan diagnosis banding dari dementia
- Mengetahui dan menjelaskan penatalaksanaan dari dementia
- Mengetahui dan menjelaskan pencegahan dari dementia
BAB II
ISI
C. Definisi
Ada sejumlah definisi tentang dementia, tetapi semuanya harus mengandung
tiga hal pokok, yaitu:
- Gangguan Kognitif
- Gangguan tadi harus melibatkan berbagai aspek fungsi kognitif dan bukan sekedar penjelasan defisit neuropsikologik
- Penderita tidak terdapat gangguan kesadaran, demikian pula delirium, yang merupakan gambaran yang menonjol
Definisi lain dari dementia adalah sebagai suatu kehilangan kemampuan
kognitif secara multidimensional dan terus menerus, termasuk gangguan daya
ingat, demikian pula dengan satu atau lebih hal berikut, yaitu afasia,
apraksia, agnosia, atau gangguan dalam perencanaan, pengaturan, dan kemampuan
pemikiran yang abstrak.
Dementia dapat progresif, statik, atau dapat pula mengalami remisi.
Reversibilitas demensia merupakan fungsi patologi yang mendasarinya,serta
bergantung pula pada ketersediaan dan kecepatan terapi yang efektif.
Dementia sering dikaitkan dengan kaum lanjut usia, penyakit ini
berhubungan dengan fungsi otak dan penyakit ini berisiko tinggi diderita oleh
oleh golongan muda dan anak-anak (yang notabene nya adalah kelompok usia
produktif). Fenomena pikun pada usia muda dan produktif merupakan hal yang
sangat menakutkan bagi kita semua. Proses ini berawal dari hal-hal kecil yang
terlupakan dari jadwal harian yang berantakan, kondisi fisik yang menurun
sampai akhirnya tidak sanggup lagi bekerja dan harus menghabiskan waktu
dirumah.
D. Etiologi
Penyebab dementia meliputi sejumlah besar keadaan, beberapa bersifat
reversibel, dan beberapa progresif, yang menyebabkan penyebaran yang luas dari
kerusakan otak atau disfungsi. Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit
yang dapat menyebabkan timbulnya gejala dementia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat
disembuhkan (Mace cit Rabins, 2006).
Penyebab utama penyakit Dementia adalah penyakit Alzheimer, lima puluh sampai
enam puluh persen penyebab dementia adalah penyakit Alzheimer. Alzheimer adalah
kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat sinyal dari otak
tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, 2004). Penderita
Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga
penurunan proses berpikir. Selain itu, disebabkan juga oleh penyakit vaskular
dan kemudian faktor etiologi multipleks. Penyebab lainnya adalah penyakit Pick,
Hidrosefalus Normotensif, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, trauma
kepala, tumor otak, anoksia, infeksi, penyakit endokrin, penyakit
Creutzfeldt-Jakob, penyakit imunologik, penyakit hepar, gangguan metabolik, dan
sclerosis multipleks.
Pada anak-anak, dementia terjadi karena penyakit genetik yang salah satu
gejala utamanya adalah kerusakan kognitif, contohnya sindrom down. Selain itu,
kekurangan vitamin B12 dan hormon tiroid, dapat juga menyebabkan dementia.
E. Klasifikasi dan
Jenis Dementia
1. Klasifikasi Dementia
Dementia dapat dibagi dalam dementia reversibel dan irreversibel.
Pembagian dalam dementia senilis dan presenilis menyesatkan, karena demensia
dikaitkan dengan usia. Batas usia lanjut dan kurang lanjut tersebut sangat
samar. Di samping itu, sebutan senilis dan presenilis bersifat deskriptif,
sehingga diagnosisnya mudah dibuat tanpa mempertimbangkan patofisiologinya.
2. Jenis Dementia
Dementia jenis alzheimer
a. Dengan awitan dini (usia 65 tahun)
b. Dengan awitan lambat (usia di atas 65 tahun)
c. Dengan delirium
d. Dengan waham
e. Dengan perasaan depresif
f. Tanpa penyulit
Dementia Vaskular (dahulu multi-infarct dementia)
a. Dengan
delirium
b. Dengan
waham
c. Dengan
perasaan depresif
d. Tanpa
penyulit
Dementia karena kondisi medik umum lainnya
a. Demensia
karena infeksi
b. Demensia
karena trauma kepala
c. Demensia
karena penyakit parkinson
d. Demensia
karena penyakit huntington
e. Demensia
karena penyakit pick
f. Demensia
karena penyakit creutzfeldt-jakob
Dementia karena penggunaan substansi tertentu dalam
angka lama
Demensia
karena etiologi multipleks
Demensia
yang tidak terspesifikasi
E.
Patologi
Pada dementia yang reversibel, daya kognitif global dan
fungsi luhur lainnya terganggu oleh karena metabolisme oleh karena
neuron-neuron kedua belah hemisferium tertekan atau dilumpuhkan oleh berbagai
sebab. Apabila sebab ini dapat dihilangkan, maka metabolisme kortikal akan
berjalan sempurna kembali. Dengan demikian fungsi luhur dalam keseluruhannya
akan pulih kembali. Apabila sebab ini sudah menimbulkan kerusakan infrastruktur
neuron-neuron kortikal, tentu fungsi kortikal tidak akan pulih kembali, dan
dementia akan menetap.
Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua
belah hemisferium, yang mencakup daerah persepsi primer, korteks motorik, dan
semua daerah asosiatif menimbulkan dementia. Sebab-sebab yang disebutkan diatas
sebagai penyebab subacute
amnestic-confusional syndrome merupakan penyebab juga bagi dementia
reversibel dan tak reversibel. Karena daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal
ikut terlibat secara difus, maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia juga
dapat melengkapkan sindrom dementia. Apabila manifestasi gangguan korteks
piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organik masih dapat
ditimbulkan. Pada
umumnya, tanda-tanda tersebut mencerminkan gangguan pada korteks premotorik
atau prefrontal. Tanda tersebut diungkapkan dengan jalan membangkitkan
refleks-refleks.
F. Gambaran Klinis
Gambaran utama dementia adalah munculnya defisit kognitif multipleks,
termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu diantara gangguan kognitif
berikut ini, yaitu afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi
eksekutif. Definisi kognitif harus sedemikian rupa, sehingga mengganggu fungsi
sosial atau okupasional serta harus menggambarkan menurunnya fungsi luhur
sebelumnya. Rincian gambran klinik dementia adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Memori
Dalam bentuk ketidakmampuan untuk belajar tentang hal-hal baru, atau
lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan, atau dipelajari. Sebagian
penderita dementia mengalami kedua jenis gangguan memori tersebut. Pada
dementia tingkat lanjut, gangguan memori menjdai sedmikian berat sehingga
penderita lupa akan identitasnya sendiri
2. Afasia
Dalam bentuk kesulitan menyebutkan nama orang atau benda. Penderita
afasia berbicara samara-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata
yang panjang, dan menggunakan istilah-istilah yang tidak menentu. Bahasa lisan
dan tulisan pun terganggu pada dementia tahap lanjut, penderita dapat menjadi
bisu atau mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia
dengar).
- Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun gerakan motorik, fungsi
sensorik, dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat mengalami
kesulitan dalam menggunakan benda tertentu atau melakukan gerakan yang telah
dikenali
- Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda meskipun
fungsi sensoriknya utuh. Demikian pula, meskipun sensasi taktilnya utuh,
penderita tidak mampu mengenali benda yang diletakkan diatas tangannya atau
yang disentuhnya
- Gangguan Fungsi Eksekutif
Gejala yang sering dijumpai pada dementia. Gangguan ini mempunyai kaitan
dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal yang
berhubungan dengan lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan
berpikir abstrak, merencanakan, mengambil inisiatif, membuat urutan, memantau,
dan menghentikan kegiatan yang kompleks.
G. Diagnosis
Untuk keperluan diagnosis, dalam DSM-IV telah tersedia kriteria
diagnosis sebagai pedoman. Satu hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah
bahwa diagnosis dementia tidak boleh ditegakkan apabila defisit kognitif muncul
secara eksklusif pada saat terjadi delirium. Untuk itu, diperlukan
kehati-hatian dalam melakukan pemeriksaan. Penentuan faktor etiologi merupakan
hal yang sangat esensial oleh karena mempunyai nilai prognostic
H. Diagnosis
Banding
1. Delirium
Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada dementia.
Delirium juga dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan
memindahkan perhatian secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif,
sementara dementia menununjukkan gejala yang relatif lebih stabil. Gangguan
kognitif yang bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan lebih mengarah
kepada dementia. Delirium dapat menutupi gejala dementia. Dalam keadaan sulit
untuk membedakan apakah terjadi delirium atau dementia, maka dianjurkan untuk
memilih dementia sebagai diagnosis sementara, dan mengamati penderita lebih
lanjut secara cermat untuk menemukan gangguan yang sebenarnya
- Amnesia
Amnesia dicirikan oleh gangguan memori yang berat tanpa gangguan fungsi
kognitif lainnya (afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan fungsi eksekutif)
- Retardasi Mental
Retardasi mental dicirikan oleh fungsi intelektual di bawah rata-rata,
yang diiringi oleh gangguan dalam penyesuaian diri, yang awitannya di bawah 18
tahun. Apabila dementia tampak pada usia di bawah 18 tahun, diagnosis dementia
dan retardasi mental dapt ditegakkan bersama jika kriterianya terpenuhi
- Skizofrenia
Pada skizofrenia, mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi
skizofrenia muncul pada usia lebih muda, di samping itu, dicirikan oleh gejala
yang khas tanpa disertai etiologi yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif
pada skizofrenia jauh lebih berat daripada gangguan kognitif pada dementia
- Depresi
Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit
berpikir dan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara menyeluruh.
Terkadang penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada pemeriksaan status
mental dan neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, seringkali sulit untuk
menentukan apakah gejal kognitif merupakan gejala dementia atau depresi.
Kesulitan ini dapat dipecahkan melalui pemeriksaan medik yang menyeluruh dan
evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan munculnya gejala depresi dan gangguan
kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, serta hasil pengobatan.
Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat perbedaan antara dementia dengan
depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua diagnosis dapat ditegakkan bersama
H. Penatalaksanaan
1. Sikap Umum
Terdapat 5 hambatan utama sehubungan dengan terapi dementia:
- Kompleksitas biologi dan biokimia otak, antaraksi dan ketergantungan antar komponen belum diketahui secara jelas
- Kesulitan dalam hal menemukan diagnosis etiologik dari sindrom psiko-organik
- Tiadanya korelasi antara perilaku, gejala neurologik atau neuropsikologik, dan perubahan metabolic yang ada
- Belum diketahuinya batas-batas biologik gangguan yang ada, sehubungan dengan aspek farmakologik
- Kesulitan dalam hal metodologi untuk mengevaluasi efek terapetik, terutama dalam menginterpretasi hasil kelompok-kelompok penelitian
Untuk dementia tidak ada terapi spesifik atau drug of choice. Terapi dementia bukan sekedar pemberian
obat-obatan, pihak keluarga harus diberi penyuluhan tentang situasi dementia,
dengan demikian pihak keluarga dapat merawat penderita di rumah dengan tepat.
Satu hal yang perlu diketahui oleh keluarga penderita adalah obat tertentu
mungkin efektif bagi saat-saat awal dementia, tetapi dengan perjalanan waktu
maka sel-sel otak akan makin banyak yang rusak atau mati, situasi ini akan
mengakibatkan obat-obat yang diminum tidak akan efektif lagi
Pada keadaan tertentu, gejala lain dan progresinya dapat diobati atau
dihentikan namun kognisinya mungkin tidak dapat kembali normal. Hal demikian
ini terjadi pada hidrosefalus, tumor otak, defisiensi vitamin B12 dan nutrisi
lainnya, neurosifilis, infeksi lainnya, dan penyakit sistemik. Sebaliknya,
dementia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob dan AIDS, yang penyebabnya sudah
diketahui, belum ada obatnya
- Pemeriksaan Klinis
Seyogyanya pemeriksaan penderita dementia tidak meninggalkan aturan baku
tentang pemeriksaan klinis. Hal ini dimaksudkan agar diagnosis dapat ditegakkan
secara cepat dan benar, dengan demikian terapi dapat diberikan secara tepat.
Setelah melakukan pemeriksaan rutin secara lengkap, maka akan ada beberapa hal
spesifik yang berkaitan dengan dementia, hal ini memerlukan perhatian yang
lebih khusus.
a. Pemeriksaan Memori
Secara formal,
pemeriksaan memori dapat dilakukan dengan minta penderita untuk mencatat,
menyimpan, mengingat, dan mengenal informasi. Kemampuan untuk mempelajari
informasi baru dapat diperiksa dengan minta penderita untuk mempelajari suatu
daftar kata-kata. Penderita diminta untuk mengulang kata-kata (registration),
mengingat kembali informasi tadi setelah istirahat selama beberapa menit
(retention, recall), dan mengenal kata-kata dari banyak daftar (recognition).
Memori lama dapat diperiksa dengan meminta penderita untuk mengingat
bahan-bahan lama yang dulu pernah diminati.
b. Pemeriksaan Kemampuan
Berbahasa
Penderita
diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan, bagian dari tubuh, mengikuti
perintah atau aba-aba, atau mengulang ungkapan.
c. Pemeriksaan Apraksia
Ketrampilan
motorik dapat diperiksa dengan cara meminta penderita untuk melakukan gerakan
tertentu
d. Pemeriksaan Daya Abstraksi
Daya abstraksi
dapat diperiksa dengan berbagai cara, misalnya menyuruh penderita untuk
menghitung sampai sepuluh, menyebut seluruh alfabet, menulis huruf m dan n
secara bergantian
e.
Mini Mental State
Examination
Pemeriksaan ini
ditemukan oleh Folstein et al. pada tahun 1975 yang kemudian digunakan secara
luas di klinik psikiatri maupun geriatric.
MMSE meliputi 30 pertanyaan sederhana untuk memperkirakan kognisi utama pada
orang-orang tua. MMSE tidak sensitif untuk awal dementia.
- Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi
Pemeriksaan laboratorium didasarkan atas hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Yang perlu diperhatikan adalah cost-benefit
serta cost-effectiveness, semuanya
didsarkan pada kepentingan penderita. Pemeriksaan Radiologi dapat digunakan
sebagai diagnosis pembanding. CT Scan
atau MRI akan memperlihatkan atrofi otak, lesi otak fokal, hidrosefalus, atau
iskemi periventrikular. Pemeriksaan fungsional, misalnya PET (Positron-Emission Tomography) tidak
dikerjakan rutin, namun dapat meberikan informasi untuk diagnosis banding pada
kasus yang tidak memperlihatkan adanya kelainan pada CT Scan maupun MRI
3. Obat Untuk Dementia
a. Cholinergic-enhancing
agents
Untuk terapi
dementia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian. Pemberian
cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang cukup memuaskan pada beberapa
penderita, namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan
sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan, bahwa dementia Alzheimer tidak
semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik. Dementia ini disebabkan juga
oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik
dan noradregenik ternyata bersifat kompleks, pemberian obat kombinasi ini harus
hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu system kardiovaskuler
b. Choline dan lecithin
Defisit asetilkolin
di korteks dan hipokampus pada dementia Alzheimer dan hipotesis tentang sebab
hubungannya dengan memori mendorong para peneliti untuk mengarahkan
perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian precursor, choline dan lecithin
merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil cukup memuaskan, namun demikian
tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengan choline ada sedikit perbaikan
terutama dalam fungsi verbal dan visual. Dengan lecithin hasilnya cenderung
negative, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar dalam serum
mencapai 120% dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58%.
c. Neuropeptida, Vasopresin,
dan ACTH
Pemberian
neuropeptida, vasopresin, dan ACTH perlu memperoleh perhatian. Neuropeptida
dapat memperbaiki daya ingat semantic yang berkaitan dengan informasi dan
kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian ACTH dapat
memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic Agents
Dari golongan
nootropic substances, ada dua jenis obat yang sering dipergunakan dalam terapi
dementia, ialah nicerogoline dan co-dergocrine mesylate. Co-dergocrine mesylate
memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan vascular dan
meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas,
dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi. Dalam suatu penelitian
multisenter, diperoleh suatu kesimpulan, bahwa antara nicergoline dan
co-dercogrine mesylate, apabila diberikan kepada penderita dementia, akan
mempunyai khasiat yang mirip, terutama terhadap perbaikan fungsi kognitifnya.
Di sisi lain, nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan
perilaku.
e. Dihydropyrdine
Pada lansia
dengan perubahan mikrovaskuler dan neuronal, L-type calcium channels
menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk
mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk
mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan dementia jenis
Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial atau kondisi mikrovaskuler
tanpa dampak hipotensif, dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi
alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial
I.
Pencegahan
Dementia perlu dikenali dan dipahami cara pencegahannya melalui pola
hidup sehat seperti makan dengan gizi seimbang, cukup istirahat dan olah raga,
tidak merokok dan lain-lain agar pada saatnya nanti para usia lanjut tidak
segera mengalami kepikunan dan masih dapat mandiri bahkan produktif. Selain
itu, kemungkinan dementia dapat dicegah dengan menjaga ketajaman daya ingat dan
senantiasa mengoptimalkan fungsi otak (Dwi Nurviyandari, 2007)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dementia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan kognitif,
perubahan mood dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari
penderitanya. Kondisi penderita demensia secara perlahan mengalami kemunduran
yang tidak dapat dihindarkan. Memahami kondisi penderita dan merawat dengan
sabar adalah peran penting keluarga yang salah satu anggotanya menderita
demensia.
B. Saran
Dementia dapat dicegah dengan beberapa cara. Oleh karena itu, disarankan
untuk menjalani pola hidup sehat seperti makan dengan gizi seimbang, cukup
istirahat dan olah raga, tidak merokok dan lain-lain agar pada saatnya nanti
para usia lanjut tidak segera mengalami kepikunan dan masih dapat mandiri
bahkan produktif. Selain itu, kemungkinan dementia dapat dicegah dengan menjaga
ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak. Bagi manula,
dianjurkan pula untuk saling membentuk
kelompok, sebagai suatu wadah kegiatannya sebagai model kegiatan dalam rangka
peningkatan kualitas hidup usia lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Grayson,
C. 2004. All About Alzheimer.
http://www.webmd.com/content/article/71/81413.htm
Harvey, R. J., Robinson, M. S. and
Rossor, M. N. 2003. The Prevalence
andCausesof Dementia In People Under The Age of 65 Years. Journal Neurosurg
Psychiatry, 74: 1206-1209.
Lindsay, Kenneth W. 2004. Neurology
and Neurosurgery Illustrated. London. Churchill
Livingstone
Mace, N. L. and Rabins, P. V. 2006. The 36-hour Day: A Family Guide to Caring
for People With Alzheimer Disease, Other Dementias, and Memory Loss In Later
Life. 4th Ed. Baltimore, USA: The Johns Hopkins University Press
Nurviyandari, Dwi. 2007. Dementia Pada Usia Muda dan Usia Produktif. http://www.beritaiptek.com/berita-beritaiptek-2007-08-10-.html
Ropper,
Allan H. 2005. Principles of Neurology. New York. Mc Graw Hill
Sampson, E.
L., Warren, J. D., Rossor, M. N. 2004. Young
Onset dementia. Postgraduate Medical Journal 80, 125-139
Tidak ada komentar:
Posting Komentar